Metabolit Sekunder Tanaman Kitolod (Laurentia
longiflora)
1. Klasifikasi Tanaman Kitolod (Laurentia longiflora)
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Campanulales
|
Genus : Laurentia
Spesies : Laurentia longiflora (L). Peterm.
2. Morfologi
Tanaman Kitolod (Laurentia longiflora)
Tanaman
kitolod berasal dari Hindia Barat, tanaman ini tumbuh liar di pinggir saluran
air atau sungai, pematang sawah, sekitar pagar dan tempat-tempat lainnya yang
lembab dan terbuka. Kitolod dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1.100 m
di atas permukaan laut. Kitolod cocok untuk tumbuh di daerah dataran tinggi
yang dingin meskipun sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah. Kitolod yang
ditanam pada dataran rendah memberikan hasil yang kurang sempurna, yaitu daun
tidak setebal di dataran tinggi dan daunnya tumpul (Ali, 2003).
Tumbuhan
ini merupakan terna tegak, seringkali mulai bercabang pada pangkal batang,
tinggi mencapai 60 cm, bercabang dari pangkalnya, bergetah putih yang rasanya
tajam dan mengandung racun. Daun tunggal, duduk, bentuknya lanset, permukaan
kasar, ujung runcing, pangkal menyempit, tepi melekuk ke dalam, bergigi sampai
melekuk menyirip. Panjang daun 5-17 cm, lebar 2-3 cm, warnanya hijau. Bunganya
tegak, tunggal, keluar dari ketiak daun, bertangkai panjang, mahkota berbentuk
bintang berwarna putih. Buahnya berupa buah kotak berbentuk lonceng, merunduk,
merekah menjadi dua ruang, berbiji banyak. Perbanyakannya dengan biji, stek
batang atau anakan.
3. Metabolit
Sekunder pada Tanaman Kitolod (Laurentia longiflora)
Tanaman
Kitolod mengandung senyawa biokimia yang bermanfaat bagi kesehatan mata, namun
tanaman kitolod juga mengeluarkan getah yang beracun. Sehingga pengolahan daun
kitolod terbatas pada beberapa lembar saja dalam satu kali penggunaan.
Daun
kitolod sendiri mengandung beberapa senyawa biokimia berupa alkaloid, saponin,
flavonoid, dan poliferol. Senyawa-senyawa tersebut memiliki manfaat tersendiri
bagi mata. Menurut Heyne:1988, senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, dan
polifenol dapat disebut dengan seyawa bioaktif. Yaitu senyawa yang mengandung
zat bioaktif, yaitu zat yang termasuk metabolit sekunder yang bersifat aktif
secara biologis. Aktifitasnya antara lain sebagai antiseptik, yaitu suatu zat
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba seperti bakteri,
khamir, dan kapang yang dapat digunakan untuk industri pangan dan farmasi.
Zat
biokimia yang pertama adalah alkaloid. Alkaloid adalah senyawa yang paling
banyak ditemukan di alam. Hampir semua alkaloid berada dalam tumbuhan dan
terdapat pada semua jenis tanaman. Secara umum, alkaloid mengandung asam
amino seperti ornitin, lisin, fenilalanin, tirosin, serta triptofan.
Alkaloid sendiri kerap digunakan sebagai bahan analgesik (pereda rasa nyeri),
bahan anestesi dan sedasi, bahan antibakteri, serta sebagai pereda batuk atau
antitusif (Hadi, Surya & Bremnner, J. B, 2001:177-129).
Selanjutnya
adalah saponin. Menurut Ardian, (Denz:2012), saponin adalah senyawa berbentuk
glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi, namun dengan
konsentrasi berbeda-beda pada bagian tertentu, tergantung dari varietas tanaman
dan tahap pertumbuhan. Saponin bersifat racun bagi hewan kecil seperti ikan dan
serangga, namun tidak begitu berpengaruh pada manusia. Bagi manusia, racun dari
saponin bersifat antitiroid, yaitu zat yang bekerja menghambat kerja kelenjar
tiroid dalam menghasilkan hormon. Namun, sifat toksik saponin pada manusia ini
tidak berlangsung permanen dan terjadi secara selektif. Penelitian menunjukkan
bahwa saponin dapat meningkatkan sistem imun, bersifat antioksidan, dapat
mencegah kanker, anti virus, dapat menghambat pertumbuhan jamur, dan biasanya
digunakan sebagai bahan antiseptik.
Kandungan
biokimia pada daun kitolod berikutnya adalah flavonoid. Menurut Waji, R.A &
Sugrani, Andis:2009, flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman berwarna hijau, kecuali alga. Senyawa ini dapat ditemukan pada
batang, daun, bunga, dan buah tanaman. Manfaat flavonoid antara lain untuk
melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, mencegah keropos
tulang, sebagai zat anti inflamasi, antioksidan, antibiotik, dan sebagai pencegah
kanker (zat antioksidan). Flavonoid sendiri dikatakan dapat mencegah terjadinya
penyakit degeneratif (penyakit yang terjadi seiring berjalannya proses penuaan
atau pertambahan usia) dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak
dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam transisi.
Menurut
Suprastiwi, Endang, polifenol adalah salah satu komponen bioaktif yang disebut
katekin. Katekin sendiri adalah senyawa multifungsi yang bersifat antiinflamasi
(mengurangi peradangan), anti-mutagenik, antioksidan, anti penggumpalan, anti
virus, dan antibakteri. Polifenol dapat mengurangi penumpukan Low
Density Lipid (LDL) dalam darah, serta mampu mencegah oksidasi dalam
pembuluh darah yang menyebabkan pembekuan trombosit abnormal. Bahkan polifenol
adalah antioksidan yang golongan bioflavonol yang memiliki kekuatan jauh lebih
efektif dari vitamin C dan vitamin E.
Dari
keseluruhan kandungan zat bioaktif yang terdapat pada tanaman kitolod, kurang
lebih semuanya berfungsi sebagai bahan antiseptik, analgesik, antiinflamasi,
antioksidan, dan antibakteri. Bersifat antiseptik, yaitu dapat menghilangkan
kotoran seperti bakteri, virus, atau jamur yang melekat pada mata dan
terkontaminasi melalui udara. Kotoran tersebut seringkali menghalangi
penglihatan dan membuatnya menjadi tidak begitu jelas. Dengan adanya zat
antiseptik, kotoran tersebut dapat luluh dan terbawa keluar dari mata bersama
air mata, sehingga mata akan menjadi lebih higienis dan bersih. Pandanganpun
bisa terlihat lebih jelas dan jernih.
Zat analgesik
adalah zat yang berguna sebagai pereda rasa nyeri yang bersifat sedasi. Senyawa
analgesik bekerja dengan cara memanipulasi atau mematirasakan syaraf yang
terkait dengan penglihatan. Dengan demikian, bila diaplikasikan pada penderita
glukoma, zat analgesik dapat memanipulasi syaraf optis yang berkaitan dengan
pengelihatan dan langsung berkaitan menuju otak. Sifat senyawa ini bersifat
sadatif atau menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya. Hal ini terjadi
karena adanya efek pereda nyeri yang tersedia, dan adanya efek sensasi nyaman
yang diberikan senyawa ini.
Selanjutnya
adalah senyawa antiinflamasi atau dikenal dengan senyawa anti peradangan atau
anti iritasi. Senyawa ini bekerja dengan cara menghambat respon tubuh memberi
sinyal perbaikan pada tubuh. Usaha perbaikan tubuh biasa diwujudkan dengan
usaha menhilangkan penyebab iritasi atau membunuh organisme penyebabnya. Usaha
inilah yang menimbulkan terjadinya peradangan atau pembengkakan. Senyawa
antiinflamasi sendiri berguna untuk mengurangi atau mencegah terjadinya radang
atau pembengkakan itu.
Senyawa
antibakteri dalam kitolod sebenarnya bekerja hanya terhadap bakteri penyebab
gangguan penglihatan. Senyawa antibakteri bekerja dengan cara mengisolasi
bakteri penyebab gangguan penglihatan tertentu (secara spesifik). Seperti
isolasi bakteri Stapylococcus hominis, yaitu bakteri peyebab
penyakit konjungtivitis (peradangan pada selaput konjungtiva, selaput bening
yang melapisi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam
kelopak mata sehingga menyebabkan mata berwarna kemerahan). Selain itu senyawa
antibakteria juga bekerja terhadap bakteri Staphylococci yellow, yaitu
bakteri penyebab penyakit katarak. Hasil ekstrak seduhan daun
kitolod memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dibandingkan ekstrak
refluks (hasil kondensasi tanpa mengurangi komponennya) daun kitolod itu
sendiri.
Senyawa
antioksidan bekerja sebagai penangkal radikal bebas di dalam tubuh. Yaitu
dengan cara menghambat proses oksidasi yang terjadi dalam tubuh, baik yang
disebabkan faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor internal disini
dimaksudkan sebagai penyakit yang ada dalam tubuh, atau hasil metabolisme tubuh
yang tidak sempurna dan tersebar bebas di seluruh tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2014. Pemanfaatan kitolod Isotoma longiflora. Online (http://suzysundari.blogspot.com/2014/02/pemanfaatan-kitolod-isotoma-longiflora.html diakses pada tanggal 18 April 2014)
Anonim. 2013. Tanaman kitolod Laurentia longiflora. Online. (http://pandenengahpurnawan.blogspot.com/2013/07/tanaman-kitolod-laurentia-longiflora-l.html diakses pada tanggal 18 April 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar